penyakit Infectious Bursal Disease (Gumboro)

Infectious Bursal Desease (IBD) atau Gumboro merupakan penyakit infeksi viral yang akut, dan sangat menular pada ayam muda. Sel limfoid terutama sel B merupakan sel target primer penyakit tersebut dan jaringan limfoid pada bursa fabriseus merupakan organ yang terserang paling parah. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Cosgrove pada tahun 1962, dan disebut sebagai “Avian Nephrosis”
karena ada kerusakan pada ginjal yang parahditemukan pada burung (Cosgrove 1962 dalam Calnek 1997). Penyakit ini sangat penting di dunia perunggasan karena terjadi kematian yang tinggi pada ayam muda (umur 3 – 6 minggu) dan merupakan penyakit imunosupresif apabila terjadi secara subklinis sehingga mengakibatkan reaksi terhadap vaksinasi rendah, mudah terkena infeksi bakteri, protozoa, dan virus lain (Cereno 2004).
Agen 
IBD disebabkan oleh famili virus birnaviridae dan genus avibirnavirus (Huang et al., 2004). Virus ini memiliki lapisan tunggal, tidak beramplop, dengan bentuk simetris ikosahedral dan berdiameter 55 sampai 65 nm (Hirai dan Shimakura 1974 dalam Calnek 1997).
Virus ini mempunyai resistensi terhadap berbagai macam desinfektan dan faktor – faktor lingkungan, dan akan tetap infeksius sekurangnya selama 4 bulan di dalam lingkungan kandang ayam sehingga apabila terjadi kontaminasi virus, penyakit ini akan muncul kembali pada flok berikutnya (Butcher dan Miles 2006). Sampai saat ini terdapat tiga strain virus IBD yang dapat dibedakan dari gejala klinisnya yaitu Classic Strain, Variant Strain, dan Very Virulent Strain atau disebut juga vvIBD (Cereno 2004).
Ayam yang terinfeksi virus ini dapat menulari ayam lain melalui feses, pakan, air minum, dan liter dalam kandang secara ingesti. Cacing Alphitobus diaperinus telah dilaporkan sebagai pembawa virus (Butcher dan Miles 2006). Karena sifat resistensinya virus ini mudah ditransmisikan secara mekanik melalui orang, peralatan dan kendaraan dari daerah yang terkontaminasi virus.
Gejala klinis 
a. Classic Strain
IBD muncul pada ayam petelur dan pedaging meskipun dapat muncul juga di kalkun, pada burung tidak terserang. Morbiditas bisa muncul dari 10 % sampai 90 % dan mortalitas sekitar 3 %.
Kejadian pada ayam petelur lebih parah daripada ayam pedaging. Kemunculan pada unggas yang lebih muda biasanya asimptomatik. Gejala klinis biasanya muncul sekitar 2 sampai 4 hari setelah infeksi dengan gejala seperti depresi parah, disertai diare, dehidrasi akibat tidak ada nafsu makan dan minum. Tanda – tanda klinis ini bervariasi tergantung dari umur unggas dan status kesehatan yang berpengaruh pada onset infeksi (Cereno 2004).
b. Variant Strain
pada strain ini memiliki 20 – 70 % kemiripan antigenik dengan classic strain. Biasanya tanda klinis strain ini tidak mirip seperti Classic strain, dan kebanyakan berhubungan dengan penyakit pernapasan. Variant strain tidak menyebabkan gejala klinis jelas namun mampu menginduksi imunosupresi yang parah (Butcher dan Miles 2006).

Masalah kesehatan yang muncul yang berhubungan dengan IBD ialah kegagalan respon vaksinasi ND, IB, dan ILT, unggas mudah terkena infeksi Infectious Bronchitis, infeksi reovirus (malabsorpsi, tenosynovitis, proventrikulitis), ganggrenous dermatitis, inclusion body hepatitis, koksidiosis, infeksi salmonella dan E. coli. Penurunan produksi juga bisa disebabkan oleh strain ini. Tingginya feed conversion, dan penurunan bobot badan (Cereno 2004).
c. Very Virulent Strain
gejala klinis yang muncul pada strain ini mirip dengan virus classic strain, tetapi dengan morbiditas 80 % dan mortalitas 30 % (Cereno 2004).
Diagnosa
Diagnosa IBD dapat melalui pertimbangan sejarah flok, gejala klinis dan lesio post mortem (Butcher dan Miles 2006). Tentunya ayam yang berumur kurang dari 3 minggu tidak muncul gejala klinis, sedangkan ayam yang berumur lebih dari 3 minggu ada kemungkinan muncul gejala klinis yang telah dijelaskan.
Sebagai konfirmasi dari diagnosis biasanya dilakukan nekropsi untuk melihat lesio yang spesifik pada bursa fabricius. Untuk konfirmasi lebih lanjut maka dilakukan uji laboratoris untuk mendeteksi infeksi subklinis dengan melihat respon imun humoral pada ayam yang tidak divaksin atau dengan mendeteksi antigen viral di dalam jaringan (anonimous 2001). Apabila tidak bisa dilakukan tes seperti itu maka pemeriksaan histopatologi pada organ bura fabricius dapat membantu diagnosa (anonimous 2001).
Isolasi
a. Pengambilan Sampel
Virus IBD dapat diisolasi dari organ limpa dan bursa fabricius. Namun organ bursa fabricius lebih kebanyakan dipakai, organ lain dapat juga dipakai untuk isolasi virus, tetapi konsentrasinya rendah dan kemungkinan hanya karena viremia. Menurut anonimous (2001) untuk mengambil sampel organ bursa maka sebaiknya dilakukan pengangkatan organ secara aseptik pada sekitar 5 ayam yang terinfeksi pada tahap awal.
Bursa dipotong dengan dua scalpel, tambahkan sedikit peptone broth yang mengandung penisilin dan streptomisin (masing – masing 1000um/ml), lalu dihomogenkan dengan blender. Kemudian homogenat disentrifus dengan 3000G selama 10 menit. Setelah itu supernatan diambil sebagai isolat virus. Untuk mengontrol isolat dari bakteri kontaminan maka dapat juga dilakukan filtrasi melalui filter 0,22u, namun tindakan ini dapat mengurangi titer virus. Virus IBD memiliki diversitas antigenik yang luas sehingga ada beberapa strain yang dapat dibiakan dengan telur berembrio namun tidak dapat dibiakan di dalam kultur sel.
b. Isolasi virus dalam kultur sel
Dengan menginokulasikan 0,5 ml sampel pada empat media kultur Chicken Embryo Fibroblast (CEF) dari sumber SPF (Specific Pathogen Free) dalam botol tahan panas 25 cm2. kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 – 60 menit, lalu dicuci dua kali dengan Earle’s balanced salt solution dan ditambahkan medium pemeliharaan pada masing – masing botol. Setelah itu kultur diinkubasikan pada suhu 37oC, dan di observasi setiap hari terhadap adanya Sitophatic Effect (CPE) yang ditandai dengan adanya bias lingkaran kecil pada sel. Apabila tidak ada CPE setelah diamati selama 6 hari maka medium dibuang kemudian sampel diinokulasikan pada kultur yang baru. Prosedur ini dapat diulang sedikitnya 3 kali. Apabila CPE teramati, maka virus dapat diuji dengan anti serum IBDV di dalam kultur jaringan tes virus netralisasi (VN test). Virus IBD yang semakin patogen biasanya tidak dapat tumbuh di dalam CEF kecuali apabila virus tersebut telah di pasase berseri di dalam embrio (anonimus 2001).
c. Isolasi virus dalam telur berembrio
Cairan supernatan dapat diinokulasikan ke dalam telur emrio tertunas atau kultur sel. Chorioallantioc membrane (CAM) dari telur tertunas berumur 9 – 11 hari merupakan rute paling sensitif untuk isolasi virus. Kematian embrio biasanya terjadi pada 3 sampai 5 hari post inokulasi (Hitchner 1970 dalam Calnek 1997).
Pada virus strain klasik biasanya terjadi kekerdilan pada embrio, edema subkutan, kongesti dan pendarahan intracranial dan subkutan. Organ hati biasanya bengkak dan berwarna kehijauan dengan area nekrotik, sedangkan pada limpa membesar dan ginjal bengkak dan kongesti. Pada umumnya pada strain ini embrio mengalami kematian. Sedangkan virus strain varian pada umumnya tidak menginduksi edema subkutan ataupun pendarahan pada embrio yang diinfeksi, namun embrio mengalami kekerdilan dan berwarna pucat kekuningan.
d. Isolasi Virus dalam Ayam
metode ini sudah tidak banyak dilakukan saat ini karena masalah kesejahteraan hewan. Lima ayam rentan dan lima ayam imun terhadap virus IBD berumur 3 – 7 hari diinokulasikan secara tetes mata dengan 0,05 ml sampel. Setelah 77 – 80 jam pasca inokulasi ayam dibunuh, kemudian diperiksa organ bursa fabricius.
Bursa pada ayam yang diinfeksi dengan virus serotipe klasik terlihat kekuningan terkadang terjadi pendarahan dan bengkak dengan garis – garis jelas. Edema peribursal dan materi perkejuan kadang – kadang muncul. Pada umumnya strain virus variant jarang muncul leio yang spesifik, sehingga organ bursa yang diambil dapat dibuat sampel untuk diuji dengan metode Agar Gel Immunodifussion Test (AGPT) dengan antiserum IBDV (anonimus 2001).
Identifikasi
Dari sampel yang didapat maka dapat dilakukan identifikasi dengan uji laboratoris yaitu dengan uji – uji serologi misalnya dengan metode Enzime Link Immunosorbent Assay (ELISA) yaitu dengan coating antigen kit virus berisi IBD classic virus dalam mikroplate kemudian direaksikan dengan serum sampel yang mengandung antibodi yang akan ditandai dengan enzim penanda.
Tes Agar Gel Precipitin (AGP) yang dilakukan untuk menentukan grup spesifik antigen (tanpa perbedaan serotipe) dan tidak kuantitatif, serta dengan tes Virus Netralization (VN) yang akan mendeteksi perbedaan serotipe dan merupakan metode pilihan untuk melihat variasi antigenik diantara isolat (Cereno 2004). Teknik virologi molekuler telah dikembangkan sehingga virus IBD dapat diidentifikasi lebih cepat daripada isolasi virus.
Metode molekular yang paling sering dipakai ialah deteksi genom virus IBD dengan reverse-trancription polymerase chain reaction (RT-PCR) (lin et al., 1993 dalam anonimous 2001). Metode ini mampu mendeteksi genom virus IBD yang tidak dapat tumbuh di dalam kultur sel, karena itu tidak perlu dilakukan pembiakan virus sebelum amplifikasi (anonimus 2001).

untuk lebih lengkapnya : DOWNLOAD

date Sabtu, 12 Mei 2012

0 komentar to “Penyakit pada Ayam beserta Penanganannya”

Leave a Reply:

Popular Posts